BerandaBeritaAJI Sebut Berita Dugaan Perselingkuhan di Jember yang Dikembangkan Media, Langgar Kode...

AJI Sebut Berita Dugaan Perselingkuhan di Jember yang Dikembangkan Media, Langgar Kode Etik Pers

- Advertisement -spot_img

JEMBER, Pelitaonline.co – Peristiwa dugaan penggerebekan perselingkuhan warga di Jember, yang dikembangkan oleh beberapa media online dengan cara melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Selain itu, juga berpotensi melanggar aturan hukum yang menjadi pedoman bersama seluruh insan pers. Karena, sejumlah media online dan akun akun Media Sosial menyebut detail nama serta data pribadi.

Oleh sebab itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jember mengecam media online dan akun-akun media sosial yang turut mem viralkan. Inilah, beberapa pelanggaran kode etik jurnalistik yang ditabrak, menurut AJI

1. Melanggar privasi

Pada Pasal 9 Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia harus menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Dalam kasus ini merupakan ranah privat seseorang tidak ada kaitannya sedikitpun dengan kebijakan publik atau kepentingan publik. Terlebih identitas dan wajah perempuan serta laki laki yang ada di video  terpampang jelas tanpa menghargai privasi.

Sehingga informasi yang disebarluaskan beberapa media online tersebut berpotensi untuk meligitimasi perbuatan perbuatan main hakim sendiri dimasyarakat.

2. Bukan karya jurnalistik

Sekalipun informasi tersebut dimuat di media online, AJI Jember menegaskan bahwa informasi itu bukan karya jurnalistik. Karena pemberhalaan algoritma dan page view untuk meraih keuntungan dengan menghalalkan segala cara.

AJI Kota Jember menilai, pola-pola pemberitaan seperti ini dilakukan demi meraih keuntungan meski dengan melanggar pedoman dalam KEJ.

Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik menyatakan bahwa wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Salah satu cara profesional yang dimaksud yaitu “menghormati hak privasi.” atau hak pribadi menyangkut soal rumah tangga, kematian, sakit, atau kelahiran.

Sementara di Pasal 3, disebutkan bahwa wartawan Indonesia juga selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

3. Bias gender

Dalam kasus ini, AJI Jember mencatat ada potensi bias gender karena sorotan negatif hanya tertuju pada pihak perempuan.

Selain itu pada Pasal 5 menyebutkan bahwa wartawan tidak menyebutkan dan menyiarkan identias korban kejahatan susila dan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Sementara di pasal 4 kode etik jurnalistik mengingatkan bahwa wartawan tidak boleh membuat berita yang bersifat cabul.

Untuk itu kami mendorong untuk rekan-rekan jurnalis bekerja sesuai dengan kode etik yang berlaku. Serta membuat karya jurnalistik yang memiliki kepentingan pada publik. (Yud/Sumber Rilis AJI kota Jember)

- Advertisement -spot_img

#TRENDING TOPIC